Malin Kundang berubah jadi batu karena durhaka kepada
ibunya… dan banyak lagi cerita tentang anak durhaka kepada orang tua yang
mendapat kutukan beredar ditengah-tengah masyarakat sehingga terbenamlah di
benak alam bawah sadar bahwa hanya anaklah yang dapat berbuat durhaka. Benarkah
demikian?
Allah Swt mengatur hubungan antar makhluk dengan pengaturanNya yang sempurna, termasuk hubungan anak dengan orangtuanya dan sebaliknya orang tua dengan anaknya. Ada timbal balik hak dan tanggung jawab antara orang tua dan anaknya, dan sudah tentu orang tua yang harus lebih dahulu menunaikan kewajiban pada anaknya sebelum datang kewajiban anak kepada orang tuanya.
Allah Swt mengatur hubungan antar makhluk dengan pengaturanNya yang sempurna, termasuk hubungan anak dengan orangtuanya dan sebaliknya orang tua dengan anaknya. Ada timbal balik hak dan tanggung jawab antara orang tua dan anaknya, dan sudah tentu orang tua yang harus lebih dahulu menunaikan kewajiban pada anaknya sebelum datang kewajiban anak kepada orang tuanya.
Perhatikanlah kisah
ini :
Adalah seorang lelaki yang menemui amirul mukminin Umar
bin Khattab dengan mengadukan kedurhakaan anaknya.
Umar memanggil anak orang tersebut dan menghardiknya.
Umar memanggil anak orang tersebut dan menghardiknya.
Tetapi kemudian sang anak berkata ” Wahai amirul mukminin bukankah seorang anak
mempunyai hak atas orang tuanya?
” Betul ” jawab Umar. “Apakah hak sang anak?”
” Betul ” jawab Umar. “Apakah hak sang anak?”
“Memilih calon ibu yang baik untuknya, memberinya nama yang baik, dan
mengajarkannya Al-Qur’an,” jawab Umar.
“Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya ayahku tidak melakukan satu pun dari apa yang engkau sebutkan. Adapun ibuku, ia adalah wanita berkulit hitam bekas hamba sahaya orang majusi; ia menamakanku Ju’lan (kumbang), dan tidak mengajariku satu huruf pun dari Al-Qur’an,” kata anak itu.
“Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya ayahku tidak melakukan satu pun dari apa yang engkau sebutkan. Adapun ibuku, ia adalah wanita berkulit hitam bekas hamba sahaya orang majusi; ia menamakanku Ju’lan (kumbang), dan tidak mengajariku satu huruf pun dari Al-Qur’an,” kata anak itu.
Umar segera memandang orang tua itu dan berkata kepadanya, “Engkau datang untuk
mengadukan kedurhakaan anakmu, padahal engkau telah durhaka kepadanya sebelum
ia mendurhakaimu. Engkau telah berbuat buruk kepadanya sebelum ia berbuat buruk
kepadamu.”
Dari kisah di atas setidaknya ada tiga hal yang menjadi
kewajiban seorang ayah kepada anaknya :
Memilih calon ibu. Memilih seorang istri boleh jadi
adalah pilihan yag paling emosional yang pernah dilakukan seorang lelaki.
Tetapi di tengah-tengahnya kita juga tidak boleh meninggalkan rasionalitas
sebagai kontrol bagi kita atas pilihan itu.
Dengan kata lain memilih pasangan
hidup adalah pilihan yang paling emosional dan sekaligus paling rasional yang
pernah dilakukan seseorang. dalam pemilihan ini faktor keimananlah yang menjadi
tolak ukur terpenting dalam pemilihan kreteria seorang istri, sangatlah tak
layak ketika kita mengaku beriman dan memiliki pengetahuan Islam yang cukup
namun mengabaikan faktor tersebut. bukankah Nabi Muhammad SAW menyarankan dalam
memilih pasangan faktor keimananlah menjadi lebih dominan ketimbang yang lain.
Selain kriteria keimanan, kesepadanan adalah hal penting yang harus juga
dipertimbangkan. Kesholihanseorang Zaid tak dapat diragukan lagi, tetapi
Rasulullah SAW mengabulkan gugatan cerai Zainab terhadap suaminya karena ia
merasa Zaid tidak sepadan bagi dirinya.
Bahkan dari kisah Zaid dan Zainab ini
kesepadanan fisik adalah hal penting yang tidak boleh diabaikan, dengan
demikian kesepadanan dalam bentuk yang lain juga tidak kalah pentingnya.
Memberi nama yang baik. Nama bagi seorang anak
adalah tolok ukur kasih sayang orang tua kepadanya, banyak dikemudian hari
seorang anak merasa kecewa kepada orang tuanya yang memberikan nama tidak
semestinya. Nama seorang anak adalah cerminan orang tuanya, semakin faham
seorang atas Dien-Nya semakin baik nama – nama yang ia berikan kepada anak – anaknya.
Lebih dari itu nama adalah doa orang tua kepada anaknya, ia berisi harapan atas
kebaikan hidup yang akan dijalani anak – anaknya di dunia dan akhirat.
Mengajarkan Al-Quran. Mengajarkan Al Quran tidak
sekedar mengajarkan bacaan Al Quran, orang tua harus dapat menjadi contoh hidup
penerapan nilai – nilai Qurani bagi anak – anaknya.
Orang tua, terutama ibu
adalah madrasah pertama dan utama bagi anak – anaknya. Pilihan hidup seseorang
sangat dipengaruhi oleh contoh hidup yang ditunjukkan orang tuanya saat mereka
kecil. terkadang kita sebagai orang tua mengharapkan lebih terhadap
anak-anaknya tanpa mengimbangi prilaku kita sehari-hari.
Seringkali kita marah
ketika anak-anak tidak mau berangkat mengaji di masjid, tapi apakah kita sudah
mengevaluasi diri kita sendiri selaku orang tua seharusnya menjadi orang
pertama yang menjadi contoh nyata bagi anak-anaknya??. karna tidak sedikit
orang tua yang ugal-ugalan, melakukan perbuatan tercela atau mengganggu orang
lain, namun ia marah ketika melihat anaknya melakukan hal yang sama, atau orang
lain yang mengganggu anaknya. Pepatah mengatakan air jatuh tak jauh dari
pelimpahannya, buah jatuh tak jauh dari pokoknya.
Kewajiban – keajiban orang tua tersebut adalah hak
seorang anak atas orang tuanya, hak anak atas orang tuanya Allah hadirkan jauh
sebelum datangnya kewajiban anak kepada orang tuanya. Wahai orang tua, calon
orang tua, sudahkah engkau tunaikan hak anak atas dirimu?
Karya by Abdurrahman Hilabi,S.Pd.I
Tidak ada komentar:
Posting Komentar